Dalam
kitab Al-Milal wa An-Nihal , pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan
pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua
aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar
lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan
salah satu doktrin Mu’tazilah akibatnya, orang menamakan Qadariyah dengan
Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai
kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.
Harun
Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Mansuia sendiri pula melakukan atau
menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka
Qadariyah yang lain , An-Nazzam , mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai
daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari
beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Mansuia mempunyai kewenangan untuk melakun
segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat
jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang
dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya
dan juga berhak pula memproleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
Seseorang
diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran
siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya
sendiri ,bukan akhir Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau
tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Faham
takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di
pakai bangsa Arab ketika itu,yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia
telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya,manusia hanya
bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap
dirinya.Dalam faham Qadariyah,takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya
bagi alam semesta beserta seluruh isinya,sejak azali,yaitu hukum yang dalam
istilah Al-Quran adalah sunatullah. Seseorang diberi ganjaran baik dengan
balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka
kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri ,bukan akhir
Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang
dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Faham
takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di
pakai bangsa Arab ketika itu,yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia
telah di tentukan terlebih dahulu.Dalam perbuatan-perbuatannya,manusia hanya
bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap
dirinya.Dalam faham Qadariyah,takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya
bagi alam semesta beserta seluruh isinya,sejak azali,yaitu hukum yang dalam
istilah Al-Quran adalah sunatullah.
Secara
alamiah, sesungguhnya manusia telah mailiki takdir yang tidak dapat diubah.
Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti
hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau
ikan yang mampu berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai
kekuatan. Seperti gajah yang mampu mambawa barang beratus kilogram, akan tetapi
manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif, demikian pula anggota
tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat sesuatu ,dengan
daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil. Manusia
dapat meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat berenang di laut
lepas. Demikian juga manusia juga dapat membuat benda lain yang dapat
membantunya membawa barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan lebih dari
itu, disinilah terlihat semakin besar wilayah kebebasan yang dimiliki manusia.
Suatu hal yang benar-benar tidak sanggup diketahui adalah sejauh mana kebebasan
yang dimiliki manusia ? siapa yang membatasi daya imajinasi manusia? Atau
dengan pertanyaan lain, dimana batas akhir kreativitas manusia?
Dengan
pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang
tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan.
Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri. Banyak
ayat Al-Qur’an yang mendukung pendapat ini.
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon