Seandainya saya bisa bertanya tentang “kedengkian”, maka
kutanyakan kepada gunung, daratan, lautan, sungai, pepohonan, dan rerumputan.
“wahai darat, mengapa engkau diciptakan menjadi
daratan??apakah engkau juga rela menjadi sebuah daratan??”kucoba bertanya pada
Si Daratan.
Tiba-tiba saja Daratan berbisik kepadaku sambil menjawab
“kenapa aku harus diciptakan menjadi daratan, jika hanya bisa diam di bawah
untuk diinjak-injak tanpa belas kasihan , kenapa aku tidak menjadi gunung saja ,
begitu tinggi menjulang sebagai paku
bumi dan bisa melihat segala aktivitas makhluk hidup serta hamparan yang luas”.
Daratan Mengeluh belum selesai tiba-tiba gunung pun ikut-ikutan “Mengapa aku
juga dijadikan Seonggok Gunung yang digunakan untuk menyimpan bara dan suatu ketika
aku harus muntahkan bara itu (lahar panas), hanya bisa mematung di kejauhan
yang tak dapat berkhidmat pada manusia, orang-orang sholeh pun jarang
menaikiku, bahkan akhir-akhir ini aku digunduli dan akupun menjadi longsor yang
memakan banyak korban”. Tak terasa rerumputan berisik di bawah kaki dan
mengajakku mendengarkan keluhannya pula “mengapa aku ditakdirkan menjadi
rumput??rimbunan rerumputan tapi tak berharga dimata makhluk lain , bahkan
sampai keberadaanku pun tak dilirik oleh siapapun, berbeda dengan pepohonan
yang begitu dielu-elukan manusia, aku hanya menjadi korban perlakuan kasar
dengan diinjak-injaknya diriku seakan tanpa berarti”. Belum juga rerumputan
selesai, lautan dengan debur ombaknya berteriak “mengapa nasibku yang dijadikan
lautan, kenapa aku tidak dijadikan gunung,daratan, dan pepohonan yang indah
atau sungai-sungai yang mengalir begitu bersahaja , atau aku hanya
dijadikan sebagai pemuas manusia dengan ikan-ikan yang setiap
hari dirampok dan dibuat makan para perampok, apakah aku hanya untuk menjadi
kenangan untuk menelan orang, menerjang manusia dengan tsunamiku, aku menjadi
tidak pernah damai dengan gelombangku”..
Seakan-akan semuanya menginginkan dan mengharapkan sesuatu
yang belum miliknya, selalu menyalahkan takdir dan nasib yang menimpa.
Ketahuilah itu semua hanyalah rintihan semu dalam khayalan,
saya pun tidak benar-benar mendengarnya.
Karena saya bukanlah Nabi Sulaiman yang begitu mahir
berbicara dan mendengar pembicaraan segala makhluk hidup.
Saya yakin, dan benar- benar yakin, mereka tidak akan
mengeluh menjadi lautan, gunung, daratan, rerumputan, bahkan mereka menikmati
akan keberadaan mereka, karena mereka diciptakan untuk mengabdi kepada maha
kasih dengan tugasnya masing-masing.
Seandainya mereka menjadi gunung semua, apa jadinya dunia
ini??
Atau
Seandainya dunia ini lelautan semuanya bagaimana keberadaan
manusia dan lainnya ??
Atau dunia ini hanya berisi rerimbunaan pepohonan saja
mungkin tak ada keindahan dunia ini.
Dan jika semua warna hanyalah hitam, mungkin dunia ini akan
begitu kelam begitu juga sebaliknya jika semua warna hanya putih saja, maka
dunia akan penuh dengan uban.
Seandainya semuanya sama, apa indahnya dunia ini???
HANYA “Maha Suci Tuhan” Tuhan Luar Biasa mengatur semua ini.
Kenapa aku harus iri dan dengki kepada orang-orang yang
berbeda dengan diriku,biarlah mereka bergembira dengan kegembiraan mereka, aku
juga memiliki kegembiraan dan tuhan memiliki rencana sendiri dalam
penciptaannya.
Maka kehidupan ini harus disyukuri, tersenyum dengan
keberadaan diri, memahami tujuan diciptakan diri mengabdi pada tuhan yang
abadi, tak usah iri apalagi dengki semuanya harus dinikmati..
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon