About Me

Ulumul Qur'an oleh Mahasiswa





BAB I

PENDAHULUAN


Sebagaimana telah kita ketahui,bahwa ajaran islam memiliki sebuah kitab suci yakni Al-Qur’an yang merupakan Kalamullah  diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril sebagai mu’jizat,dimana Al-Qur’an tersebut adalah mu’jizat terbesar diantara mu’jizat yang sudah diterima oleh nabi, Hal demikan bisa dikatakan mu’jizat terbesar karena Al-Qur’an merupakan sumber ilmu bagi kaum-kaum yang mempelajari dan mengamalkannya dengan didasari oleh hukum yang mampu melingkupi keseluruhan.

 (Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya. (An-Nur: 01)

Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Al-A’raaf: 52)



Dengan Mempelajari isi Al-Qur’an akan menambah dan menemukan paradigma baru sehingga dapat memperluas pandangan dan pengetahuan.
Seiring luasnya  sudut pandang dan ilmu pengetahuan yang ada,secara tidak menutup kemungkinan muncullah inovasi-inovasi dan sesuatu hal baru.
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (An-Nahl: 89)

 

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Yusuf: 111)

Selanjutnya,salah satu kedahsyatan Al-Qur’an selain dibidang ilmu sains yaitu memberikan Petunjuk eksistensi ketuhanan bahwa segala sesuatu pasti ada penciptanya,dan  siapa sang pencipta?itulah Allah tuhan semesta alam.

Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. (Asy-Syu’araa’: 192)


Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang [1312], gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.
[1312]. Maksud berulang-ulang di sini ialah hukum-hukum, pelajaran dan kisah-kisah itu diulang-ulang menyebutnya dalam Al Quran supaya lebih kuat pengaruhnya dan lebih meresap. Sebahagian ahli Tafsir mengatakan bahwa maksudnya itu ialah bahwa ayat-ayat Al Quran itu diulang-ulang membacanya seperti tersebut dalam mukaddimah surat Al Faatihah

Untuk bahasa yang digunakan dalam Al-Qur’an adalah bahasa arab.


dengan bahasa Arab yang jelas. (Asy-Syu‘araa’: 195)


Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (Yusuf: 02)

sehingga tidak menutup kemungkinan kembali banyaknya persepsi bahwa setiap orang yang bisa bahasa arab itu dapat mengerti isi Al-Qur’an, Apalagi Ada yang hanya mengandalkan hafalan dan terjemahnya sudah merasa bisa memahami dan menafsirkan Al-Qur’an. Padahal orang arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Begitu sulitkah mempelajari isi Al-Qur’an?janganlah berkata sulit terlebih dahulu,karena sebenarnya semua itu pasti ada ilmunya,jadi untuk mempelajari isi dan kandungan dengan sempurna dari Al-Qur’an dibutuhkanlah sejumlah ilmu pengetahuan yang namanya sedang trend saat ini di kalangan mahasiswa maupun masyarakat luas yaitu “Ulumul Qur’an”.itulah sebabnya  makalah kali ini dibuat agar mengenal lebih jauh tentang ulumul qur’an disamping itu peran ulumul qur’an yang sangat penting untuk mempelajari isi kandungan al-qur’an (sda)seperti sudah diterangkan diatas.







Setelah mengetahui dari latar belakang sedemikian rupa,maka muncullah suatu rumusan masalah yang dimana berfungsi untuk menindaklanjuti suatu latar belakang masalah tersebut.
Perumusan masalah pada makalah iniadalah :

1.      Apa pengertian Ulumul Qur’an ?
2.      Apa yang termasuk ruang lingkup Ulumul Qur’an ?
3.      Bagaimana sejarah dan perkembangan Ulumul Qur’an ?
4.      Apa urgensi dari mempelajari Ulumul Qur’an ?





Sesuatu yang tidak kalah penting dalam penulisan makalah adalah tujuan masalah.itu disebabkan,  karenatujuan masalah digunakan untuk meninjau isi dan  mengetahui visi dari pembuatan makalah tersebut, sehingga tujuan masalah kali ini juga dicantumkan sebagai berikut   :

1.      Untuk mengetahui Pengertian Ulumul Qur’an
2.      Untuk mengetahui sesuatu yang termasuk ruang lingkup Ulumul Qur’an
3.      Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan dari Ulumul Qur’an
4.      Untuk mengetahui urgensi mempelajari Ulumul Qur’an





BAB II

PEMBAHASAN



2.1 Pengertian


Ulumul Qur’an menurut lughot(Arabic) atau etimologi, berasal dari lafadz ‘Arobiy yang terdiri dari  ‘Ulum dan Al-Qur’an. Ditinjau keshorofannya bahwalafadz ulum adalah suatu bentuk jamak dari lafadz ‘Ilmun (Bentuk mashdar ‘Alima) yang artinya ilmu-ilmu. sedangkan dalam tarkib nahwunya  lafadz ulum tersebut di-idhofahkan pada lafadz Al-Qur’an sehingga memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan sejumlah pengetahuan yang berhubungan dengan al-qur’an,baik dari segi keberadaannya sebagai Al-qur’an maupun dari segi pemahaman  terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.

Untuk lebih memahami pengertian ilmu secara jelas,mari kita simak pendapat-pendapat di bawah ini :[1]
è Menurut para ahli filsafat,kata ilmu sebagai gambaran sesuatu yang terdapat dalam akal.

è Menurut Abu Musa Al-Asy’ari,ilmu ialah sifat yang mewajibkan pemiliknya mampu membedakan dengan panca inderanya.

è Menurut Imam Ghozali,secara umum arti ilmu dalam istilah syara’ adalah ma’rifat allah terhadap tanda-tanda kekuasaan,perbuatan,hamba-hambanya dan makhluknya.

è Menurut Muhammad Abdul ‘Azim, ilmu menurut istilah adalah ma’lumat-ma’lumat yang dirumuskan dalam satu kesatuan judul atau tujuan.

Dari beberapa pengertian di atas,dapat disimpulkan bahwa kata “Ulum/Ilmu” adalah masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam satu disiplin pengetahuan yang terdapat dalam akal pikiran.[2]

Selanjutnya menerangkan arti lafadz Al-Qur’an dimana menurut bahasa merupakan bentuk mashdar yang maknanya sama dengan lafadz “qira’ah” yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini berasal dari fi’il madli “qoro’a” yang artinya membaca.hal ini berdasarkan firman allah :



Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah:18)


Menurut istilah, “Alqur’an” adalah firman allah yang bersifat mu’jizat dan diturunkan kepada  Nabi Muhammad,yang tertulis dalam mushaf-mushaf,dinukil dalam jalan mutawatir dan yang membacanya merupakan ibadah.


yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Toha:04)



Kitab (Al Quran ini) diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.                       (Az-Zumar:01)





Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Quran kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. (Al-Insan:23)



Untuk lebih memahami pengertian Al-qur’an secara jelas,mari kita simak pendapat-pendapat di bawah ini :

è Menurut Al-Zujaj,Qur’an adalah kata sifat dari al-Qar’u yang bermakna al-jam’u(kumpulan),selanjutnya kata ini digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,karena al-Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat,memuat kisah-kisah,perintah dan larangan,dan mengumpulkan intisari dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya.[3]

è Menurut Al-Jurjani,Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada rasululloh yang ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir (berangsur-angsur).[4]

è  Menurut kalangan pakar ushul fiqih,fiqih,dan bahasa arab,Al-Qur’an adalah kalam allah yang diturunkan kepada nabi-Nya,lafadz-lafadznya mengandung mu’jizat,membacanya bernilai ibadah,diturunkan secara mutawatir dan ditulis dari surat Al-Fatihah sampai akhir surat yaitu An-Nas.[5]




Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kata “Al-Qur’an” adalah firman allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada nabi muhammad saw dengan perantara malaikat jibril yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang dinukil kepada kita secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah, yang diawali dengan surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-nas.[6]


Ilmu al-Qur’an atau ‘Ulumul Qur’an adalah pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an. Sebagian pokok-pokok pembahasan ilmu al-Qur’an dapat ditinjau dari segi turunnya ayat,urut-urutan ayat,pengumpulan ayat, penulisan ayat, pembacaan ayat tafsir ayat, i’jaz, nasikh dan mansukh, atau bantahan terhadap hal yang menyebabkan keraguan terhadap al-Qur’an.[7]






Secara ishtilahy atau terminologi terdapat berbagai pendapat para ulama’ terhadap definisi ulumul Qur’an, antara lain :


è Menurut Manna’ al-Qathan mengatakan bahwa ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang keadaan al-qur’an dari segi turunnya,pengumpulan al-Qur’an dan urut-urutannya,pengetahuan tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, hal-hal lain yang ada hubungannya dengan al-Qur’an.[8]

è Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan :
علم يبحث فيه عن احوال الكتاب العزيز من  جهة نزوله وسنده وادابهوالفاظه ومعانيه المتعلقة بالاحكام وغير ذالكّ.
Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya.

è Az-Zarqani dalam kitab Manahilul Itfan Fi Ulumil Qur’an mengatakan bahwa :
مباحث تتعلّق بالقران الكريم من ناحية نزوله وترتيبه وجمعه وكابته وقراءته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخه ودفع الشّبه عنه ونحو ذالك.
beberapa pembahasan yang berhubungan dengan al-qur’an dari turunnya,urutannya,pengumpulannya,penulisannya,bacaannya,penafsirannya,kemu’jizatannya ,nasikh mansukhnya,penolakan yang menimbulkan keraguan terhadapnya.[9]


Menurut pendapat-pendapat di atas pada dasarnya sama yaitu menunjukkan bahwa Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah pembahasan yang pada mulanya merupakan ilmu-ilmu yang berdiri sendiri, Ilmu-ilmu ini tidak keluar dari ilmu agama dan bahasa masing-masing menampilkan sejumlah aspek pembahasan yang dianggap penting, adapun objek pembahasannya adalah Al-Qur’an.

Penjelasan diatas juga menunjukkan adanya dua unsur penting dalam definisi Ulumul Qur’an. Pertama,bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah pembahasan. Kedua,pembahasan-pembahasan ini mempunyai hubungan dengan Al-qur’an,baik dari aspek keberadaannya sebagai Al-qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.[10]

Dapat disimpulkan bahwa Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah pembahasan yang berhubungan dengan Sebagian maupun keseluruhan bidang  mengenai Al-Qur’an.



2.2 Ruang Lingkup


            Ulumul Qur’an mempunyai ruang lingkup pembahasan yang sangat luas yang meliputi semua ilmu al-Qu’an. Seprti ilmu tafsir,ilmu bahasa arab,ilmu balaghah dan ilmu I’rabil qur’an.
            Dalam kitab Al- Itqan, As-syuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.[11] Firman Allah :
قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَـتِ رَبِّى لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَـتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً
 Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi 109)
Secara garis besar, Ulumul Qur’an terbagi menjadi 2 pokok bahasan, yaitu :[12]
  1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam bacaan, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
  2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yaitu ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam, seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.





è Menurut Dr. M. Quraish Shihab, materi-materi cakupan[13]
Ulum al-Qur’an dapat dibagi dalam 4 (empat) komponen : (1) Pengenalan Terhadap Al-Qur’an, (2) Kaidah-kaidah tafsir, (3) Metode-metode tafsir, (4) Kitab-Kitab tafsir dan para mufassir.
1.      Pengenalan terhadap al-Qur’an mencakup : (a) Sejarah al-Qur’an, (b) Rasm al-Qur’an, (c) I’jaz al-Qur’an, (d) Munasabah al-Qur’an, (e) qushah al-Qur’an, (f) jadal al-Qur’an, (g) aqsam al-Qur’an, (h) amtsal al-Qur’an,(i) nasikh dan mansukh, (j) muhkam dan mutasyabih, (k) al-qiraat, dan sebagainya.
2.      Kaidah-kaidah tafsir mencakup : (a)  ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam menafsirkan al-Qur’an, (b) sistematika yang hendaknya ditempuh dalam menguraikan penafsiran, dan (c) patokan-patokan khusus yang membantu pemahaman ayat-ayat al-Qur’an,baik dari ilmu-ilmu bantu, seperti bahasa dan ushul fiqhi, maupun yang ditarik langsung dari penggunaan al-Qur,an. Sebagai contoh, dapat  dikemukakan kaidah-kaidah berikut : (a) kaidah ism dan fi’il, (b) kaidah ta’rif dan tankir, (c) kaidah istifham dan macam-macamnya, (d) ma’aniy al-huruf seperti : asa; la’alla, in, iza; dan lain-lain, (e) kaidah su’al dan jawab, (f) kaidah pengulangan, (g) kaidah perintah sesudah larangan, (h) kaidah penyebutan nama dalam kishah, (j) kaidah penggunaan kata dan uslub al-Qur’an, dan lain-lain.
3.      metode-metode tafsir mencakup metode-metode tafsir yang dikemukakan oleh ulama mutaqaddim dengan ketiga coraknya : al-ra’yu, al-ma’tsur, al-isyariy, disertai penjelasan tentang syarat-syarat diterimanya suatu penafsiran serta metode pengembangannya, dan juga mencakup juga metode mutaakhir dengan keempat macamnya : tahliliy, ijmaliy, muqarran, maudhu’iy.
4.      kitab tafsir dan para mufassir mencakup pembahasan tentang kitab-kitab tafsir baik yang lama maupun yang baru, yang berbahasa arab, inggris, atau indonesia, dengan mempelajari biografi, latar belakang dan kecenderungan pengarangnya, metode dan prinsip-prinsip yang digunakan, serta keistimewaan dan kelemahannya.




è As-Shiddiqie sebagaimana yang dikutip oleh Ramli Abdul Wahid mengatakan bahwa segala macam pembahasan ‘Ulumul Qur’an kembali kepada beberapa pokok persoalan sebagai berikut:[14]

1.      Persoalan Nuzul, ayat-ayat Makiyah atau Madaniyah, sebab turun ayat, yang mula-mula turun dan yang terakhir turun, yang berulang-ulang turun, yang turun terpisah pisah, dan yang turun sekaligus
2.      Persoalan sanad, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan sanad yang muthawatir, yang ahad, yang Syaz, bentuk-bentuk Qirat, para periwayat dan penghafal Al-Qur’an dan cara tahammul ( penerimaan riwayatnya)
3.      Persoalan adad Qiraat, masalah waqaf (berhenti), ibtida’ (cara memulai), imalah( cara memanjangkan) takhfif Hazah (cara meringankan Hamzah), idgham (memasukkan bunyi huruf nun mati ke dalam huruf sesudahnya)
4.      Persoalan yang menyangkut lafal Al-Qur’an yaitu Gharib (pelik), Mu’rab (menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak, muradif (sinonim), isti’arah (metaphor), tasybih (penyerupaan).
5.      Persoalan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum yaitu ayat yang bermakna umum yang dikhususkan oleh sunnah, yang nash, yang zhahir, yang mujmal (global), yang munfashal (yang terinci), yang manthuq (makna yang berdasarkan pengutaraan), nasikh mansukh, mutlaq (tidak terbatas) dan muqayyad (terbatas) dan lain sebagainya
6.      Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafal fashl (pisah), washal (berhubungan), ijaz ( singkat), ithnab ( panjang) musawah (sama) dan Qashr (pendek).



2.3 Sejarah Pertumbuhan & Perkembangan               


Mengetahui sekilas sejarah Al-Qur’an sendiri sebelum masuk pembahasan sejarah ulumul qur’an, adapun referensi singkatmengenai sejarah al-Qur’an :
Ø  Ayat Pertama yang Diturunkan
Para ulama ahli tafsir berbeda pendapat dalam menentukan ayat pertama yang diturunkan. Dalam hal ini, ada empat pendapat yang berbeda, yaitu :
            Pertama, bahwa ayat pertama yang diturunkan adalah iqro’ bismi Robbika (QS Al-‘Alaq [96]: 1-5). Pendapat tersebut dianggap paling sahih, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Shahih al-Bukhori dan Shahih Muslim serta kitab-kitab hadits lainnya. Diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah, beliau berkata : “Wahyu pertama yang sampai pada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam adalah mimpi yang benar (al-ru’ya al-shalihah) di dalam tidur. Beliau tidak pernah bermimpi kecuali tampak terang seperti falaq (cahaya subuh) di pagi hari. Setelah itu, beliau senang menyepi di Gua Hiro’. Di situlah beliau banyak beribadah selama beberapa malam (ber-tahannuts) sebelum pulang ke rumah untuk mengambil bekal dan melanjutkan ibadahnya. Kemudian apabila bekalnya habis, beliau pulang kepada Sayyidah Khodijah,istrinya, untuk keperluan yang  sama (mengambil bekal lagi seperti biasanya) sampai datang kepadanya kebenaran (al-haqq) ketika beliau berada di Gua Hiro’. Lalu, datanglah Malaikat (Jibril) seraya berkata ‘Iqro’ (bacalah). Aku (Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi iqro’ bismi Robbika (QS Al-‘Alaq [96]: 1-5)wa Sallam) menjawab, “Aku tidak bisa membaca”. Lalu dia (Jibril) memegang dan merangkulku sampai aku merasa kepayahan, kemudian dia melepaskan dan berkata lagi, ‘Bacalah’. Aku menjawab, ‘aku tidak bisa membaca’. Lalu, dia kembali memegang dan merangkulku yang kedua kalinya sampai aku kepayahan, kemudian dia melepaskanku dan berkata lagi, ‘Bacalah’. Aku menjawab, ‘aku tidak bisa membaca’. Dia pun kembali memegang dan merangkulku yang ketiga kalinya sampai aku merasa kepayahan, kemudian dia melepaskanku dan berkata lagi, ‘Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakanmu. Dia (Alloh Subhanahu wa Ta’ala) telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah’ (QS Al-‘Alaq [96]:1-3). Pada sebagian riwayat disebutkan sampai ayat kelima, ‘Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS Al-‘Alaq [96]:5). (Sampai akhir hadis yang cukup panjang).” (HR. Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim)
            Kedua, Ayat pertama yang diturunkan adalah iqro’ bismi Robbika (QS Al-‘Alaq [96]: 1-5) (QS Muddatstsir [74]:1). Sebagaimana yang pertama, pendapat tersebut juga didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim. Dari Abu Salamah ibn ‘Abdurrohman bahwa dia berkata, “aku bertanya pada Jabir ibn ‘Abdulloh, ‘ayat apakah yang pertama diturunkan?’ dia (Jabir) menjawab, Yaa ayyuhal muddatstsir (QS Al-Muddatstsir [74]: 1). ‘Lalu, aku kembali bertanya ‘bukankah ayat iqro’ bismi Robbika (QS Al-‘Alaq [96]: 1-5)?’ dia menjawab, ‘aku memberitahukanmu apa yang pernah diberitahukanRosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam kepada kami. Beliau bersabda, ‘Aku pernah beri’tikaf di Gua Hiro’. Sewaktu i’tikafku selesai, aku turun lembah. Di sana aku mendengar suara memanggil. Kemudian, aku melihat ke depan, belakang, kanan,dan kiri sampai akhirnya aku menengok ke atas langit. Tiba-tiba, (aku melihat) ada malaikat Jibril. Aku pun merasa gemetar. Lalu, aku mendatangi Khodijah. Aku memerintahkan mereka (keluargaku) untuk menyelimutiku. Mereka pun menyelimutiku. Kemudian Alloh Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat Yaa ayyuhal muddatstsir. Qum fa andzir’’’ (HR. Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim).
            Ketiga, bahwa ayat pertama yang diturunkan adalah surah al-Fatihah. Pendapat tersebut dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqy. Namun, para ulama menilai bahwa hadits tersebut tidak bisa dijadikan sebagai argumentasi (hujjah). Sebab, disamping statusnya mursal,hadits itu hanya memberitakan turunnya surat al-Fatihah setelah turunnya ayat iqro’ bismi Robbika.
            Keempat, ayat pertama yang diturunkan adalah Bismillahirrohmanirrohim. Menurut Imam Al-Suyuthi, penulis kitab Al-itqon fii ulum Al-qur’an,pendapat yang terakhir ini tidak bisa dijadikan sebagai argumentasi sebab biasanya basmalah memang turun mengawali setiap surah dalam Al-qur’an.
            Disamping keempat pendapat di atas, masih banyak pendapat lain yang berkaitan dengan ayat pertama yang diturunkan. Namun apabila ditinjau dari perspektif sanad, riwayatnya tidak shohih. Sekalipun shohih, redaksi awwalu ma nazala (ayat pertama yang diturunkan) dalam hadits tersebut dipahami menyimpan dhomir “min” sehingga menunjukkan arti, “diantara ayat yang pertama diturunkan”.
Ø  Spesifikasi ayat pertama yang diturunkan (awa’il makhsushah)
Ayat-ayat pertama yang diturunkan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.      Ayat pertama yang diturunkan di makkah adalah iqra’bismi Robbika , sedangkan dimadinah adalah surah Al-baqoroh , atau menurut pendapat lainnya, surat Al-muthaffifin. Sebaliknya, ayat terakhir yang di turunkan di makkah adalah surah Al-mu’minun, sedangkan yang terakhir di madinah adalah surah Al-bar’ah ( Al-taubah)
2.      Ayat pertama yang diturunkan berkenaan dengan peperangan ( al-qital) adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala :“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya (QS Al-Hajj [22]:39 ).
3.      Ayat pertama yang diturunkan berkaitan dengan minuman keras (khamar) adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala: “mereka bertanya kepada mu mengenai khamar dan perjudian. (QS Al-baqarah [2]:219).
4.      Surat pertama yang diturunkan berkaitan dengan sujud tilawah (atau ayat sajdah) adalah surah An-Najm. (HR Imam Al-Bukhori)
5.      Ayat pertama yang diturunkan di makkah berkenaan dengan makanan adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala: “katakan lah, aku tidak menemukan makanan yang di haramkan yang di wahyukan kepada ku” (QS Al-an’am [6]: 145), sedangkan yang pertama diturunkan di madinah berkenaan dengan makanan adalah ayat, sesungguhnya yang diharamkan atasmu adalah bangkai (QS Al-baqoroh [1]:173).

Ø  Ayat terakhir yang diturunkan
Sebagaimana ayat pertama yang diturunkan, pembahasan mengenai ayat terakhir yang diturunkan juga diwarnai dengan perbedaan pendapat dikalangan ulama’ ahli tafsir. Secara umum, perbedaan tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat:
1.      Ayat terakhir yang diturunkan adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala: “mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah: seorang yang mati tidak meninggalkan ayah dan anak) , katakanlah, Alloh yang akan memberimu fatwa...” (QS an-nisa’ [4]: 176). Pendapat ini didasarkan para hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-bukhori dan Imam Muslim .
2.      Dalam hadits yang diriwayatkan dalam Imam Al-bukhori dijelaskan bahwa ibn abbas berkata : “ayat terkhir yang diturunkan adalah yang berhubungan dengan riba(ayat Al-riba).” (HR Al-bukhori). Maksudnya adalah firma Alloh Subhanahu wa Ta’ala: “ wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Alloh dan tinggalkan lah sisa riba ( yang belum terpungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS Al-baqoroh [2]:278).
3.      Dalam riwayat lain, Ibn Abbas mengatakan bahwa ayat terakhir yang diturunkan adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala: “ dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada ) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalika kepada Alloh (QS Al-baqoroh [2]: 281 ) .
4.      Sa’id Ibn Al-musayyib berpendapat bahwa ayat terakhir yang diturunkan yang diturunkan adalah ayat tentang utang piutang ( ayat Al-dain ). Namun, menurut Imam Al-Suyuthi, status hadits tersebut mursal, sekalipun dengan sanad yang shohih.
Disamping empat pendapat di atas, Imam Al-Suyuthi , dalam kitab  Al-Itqan fii Al-Qur’an, juga meriwayatkan beberapa pendapat lain dari para ulama para ahli tafsir yang disrtai pandangan nya tentang ayat atau surat terakhir yang diturunkan. Diantaranya pendapat yang menyatakan bahwa ayat terakhir yang diturunkan adalah surat Al-Nasht ( idza ja’a nasrullahi wal-fath). Selain itu, ada juga yang mengemukakan bahwa ayat terakhir yang diturunkan adalah surat Al-Ma’idah, sementara yang lain berpendapat bahwa surat Al-fath dan atau surat Al-bara’ah. Bahkan , sebagian lagi menegaskan bahwa yang terakhir menegaskan bahwa yang terakhir bukanlah surat, melainkan ayat, laqad ja’akum rasulum min anfusikum(QS Al-Taubah [9]: 128). Menurut Imam Al-Baihaqi, semua pendapat ulama tersebut, apabila memang benar, dapat dikompromikan dengan menyimpilkan bahwa masing-masing mereka mengemukakannya sesuai dengan alasan dan argumentasi masing-masing. Menanggapi hal tersebut, Al-Qadhi Abu Bakar dalam Al-Intishar menyatakan bahwa pendapat-pendapat itu tidak memiliki satu dasarpun yang sampai kepada nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Sebaliknya, tampaknya mereka mendasarkan pendapatnya pada ijtihad dan praduga mereka saja. Oleh karena itu, lanjut Abu bakar, bisa jadi salah seorang dari mereka hanya memberitahukan apa yang terakhir mereka dengar dari nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, baik itu pada hari ketika beliau wafat ataupun sebelum beliau sakit, sementara yang lain memberitahukan apa yang mereka dengar setelah kejaidan itu.
Selanjutnya, Menerangkan Sejarah pertumbuhan dan perkembangannya:
Masa Rasul SAW dan para sahabat, ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul, dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW.[15]

‘Ulumul Qur’an itu sendiri bermula dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi saat itu Rasulullah tidak mengizinkan mereka menuliskan sesuatu dari dia selain Qur’an, karena ia khawatir Qur’an akan tercampur dengan yang lain. “ Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri, bahwa Rasulullah berkata :
لاتكتبواعني ومن كتب عني غير القرآن فليمحه وحدثواعني ولاحرج ومن كذب علي متعمدا فليتبوأمقعده من النار
“Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa yang menuliskan dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa. yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapayang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnyadi api neraka.”

Sekalipun sesudah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baru mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadist, tetapi hal yang berhubungan dengan Qur’an, para sahabat menulis tetap didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dimasa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhuma.[16]
Selanjutnya datang masa kekhalifahan Usman bin Affan, keadaan menghendaki untuk menyatukan umat Islam dalam satu mushaf. Mushaf yang ditulis pada masa ini kemudian dijadikan sebagai mushaf induk dan dikenal dengan al-Mushaf al-Usmaniy. Dengan adanya ini semua, maka Usman bin Affan dapat dikatakan sebagai orang pertama yang telah meletakkan dasar ilm rasm al-Qur’an; suatu cabang ilmu al-Qur’an yang membahas al-Qur’an dari segi bentuk tulisannya.[17]
Dalam perkembangan berikutnya, atas usul Hudzaifah bin Yaman mushaf Usmani kemudian dikirim ke daerah-daerah untuk mengatasi adanya perselisihan bacaan al-Qur’an di antara umat Islam. Perbedaan bacaan al-Qur’an seperti ini, terlepas dari potensi konflik yang dimunculkannya, ia dapat dikatakan sebagai embrio lahirnya ‘ilm qira’at al-Qur’an; suatu cabang ilmu al-Qur’an yang membahas aliran-aliran dalam melafalkan al-Qur’an.[18]
Di samping itu, untuk memelihara kelurusan bahasa al-Qur’an, Ali bin Abi Talib menginstruksikan kepada Abu Aswad ad-Du’ali (w. 69 H/688 M) untuk menyusun tata bahasa Arab sesuai dengan naskah al-Qur’an. Dengan instruksi ini, Ali bin Abi talib sebenarnya telah mendorong lahirnya ‘ilm i’rab al-Qur’an; suatu cabang ilmu al-Qur’an yang mengkaji al-Qur’an dari segi tata bahasanya.[19]
Demikianlah perkembangan beberapa cabang ulum al-Qur’an pada masa-masa awal dan terus berlanjut pada masa-masa berikutnya. Pada abad ke-3 H, Ali bin al-Madani menulis kitab tentang asbab an-nuzul dan Abu Ubaid al-Qasim bin Salam menulis tentang nasikh dan mansukh. Kemudian, pada abad  ke-4 H, Abu Bakar Qasim al-Anbari (w. 320 H) menulis kitab Ajaib al-Qur’an dan Abu Hasan al-Asy’ari menulis kitab Al-Mukhtasam fi Ulum al-Qur’an. Selanjutnya, pada abad ke-5 H, Ali bin Ibrahim bin Said al-Khufi menulis Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an dan Abu Amr ad-Dani menulis kitab At-Tafsir fi Qira’at as-Sab’i. Berikutnya, pada abad ke-6 H, Abu Qasim Abdurrahman yang terkenal dengan as-Suhaili, menulis kitab Mubhamat al-Qur’an dan pada abad ke-7 H, Ibnu Abdussalam menulis kitab tentang Majaz al-Qur’an.[20]
Cabang-cabang ilmu al-Qur’an terus bermunculan dari waktu ke waktu berkat para ulama yang selalu istiqamah mendalami al-Qur’an sampai ke deti-detil persoalan. Di antara cabang ulum al-Qur’an yang lahir pada abad-abad berikutnya adalah ‘ilm badi’ al-Qur’an, ‘ilm hujaj al-Qur’an, ‘ilm aqsam al-Qur’an, dan ‘ilmu amtsal al-Qur’an.[21]
Pembahasan-pembahasan tersebut diatas dikenal dengan sebutan ‘ULUUMUL QUR’AN, dan kata ini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.

2.4 Urgensi Mempelajari Ulumul Qur’an


Al-Qur’an adalah kitab suci yang berisi wahyu/firman-firman Allah yang merupakan pedoman dasar bagi umat islam maka wajib hukumnya di dalam mempelajarinya sebagaimana sabda nabi :

yang Artinya : mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
Ilmu sebagai dasar pondasi dalam islam dan menjadikan iman seseorang bertambah kuat sebagaimana sabda nabi :

Artinya : ilmu adalah kehidupannya islam dan merupakan tiangnya keimanan.
Dan diperkuat dengan firman Allah dalam surah Al-Anfal ayat 02 :
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَـٰنًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ﴿٢﴾
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal.
Kita juga dilarang apabila mengerjakan suatu amal ibadah yang kita tidak mengetahui dasar ilmunya,firman allah :
yang Artinya : dan janganlah kamu (Muhammad) mengerjakan suatu amal yang tidak ada ilmu bagimu.
Dan diperkuat dengan sabda Nabi SAW :
yang Artinya : barang siapa beramal dengan tidak berdasar atas perkara dariku (nabi) maka amal itu ditolak.
Para sahabat telah menghayati Al-Qur’an ini ayat demi ayat. Mereka telah menerima dari Rasulullah SAW ayat-ayat Al-Qur’an dengan sepenuh hati dan percaya bahwa Al-Qur’an adalah dasar agama, dan sumber penggerak iman.
Dengan Al-Qur’an terus dipelajari maka berdampak positif yaitu akan selamat dari perubahan dan kekacau balauan, sebagaimana firman allah :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَـٰفِظُونَ ﴿٩﴾
Artinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr: 09)
Dengan ulumul Qur’an seseorang akan mengetahui perundang-undangan islam sehingga cara hidup mereka menjadi benar/berada pada jalan yang lurus.
Tanpa mempelajari Al-Qur’an maka tidak mungkin seseorang akan menjadi faham dan seseorang tidak akan mengetahui mukjizat yang terkandung didalamnya.
Al-Qur’an juga berisi tentang susunan beberapa cerita selain yang bersifat perintah dan larangan, diman cerita-cerita itu akan menjadi peringatan bagi manusia.
Berhukum kepada sisitem atau undang-undang allah dalam kitab-Nya bukanlah perbuatan sunah,sukarela, atau pilihan, tetapi itu adalah keimanan. Bagaimana hal tersebut bukan keimanan padahal allah telah berfirman :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـٰلًا مُّبِينًا ﴿٣٦﴾
Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Al-Ahzab: 36)
Demikian kemukjizatan Al-Qur’an secara ilmiah terletak pada dorongannya kepada umat islam untuk berfikir disamping membukakan bagi merka pintu-pintu pengetahuan dan mengajak mereka memasukinya, maju di dalamnya dan menerima segala ilmu pengetahuan baru yang mantap dan stabil.

BAB III

PENUTUP


3.1   Kesimpulan

           
            Sesuatu masalah atau problema kehidupan yang sangat bermacam-macam,seperti halnya masalah kesehatan,doktrin,ideologi,hukum,adat,akhlaq,pengetahuan,teknologi,dan lain sebagainya. Sebuah problem dengan sifat misterius telah membuat manusia penasaran akan pemecahan masalah yang dihadapinya,yang dimana Al-Qur’an merupakan sumber pokok segala sesuatu yang mampu memecahkan misteri-misteri kehidupan.itulah,alasan manusia ingin mempelajari Al-Qur’an agar seluruh keinginan dalam benak manusia yang terganjal akan segera terpecahkan.

            Sebagai orang awam bukanlah hal yang mudah untuk mempelajari Al-Qur’an,maka dibutuhkanlah alat pembantu untuk mengantarkan manusia kegerbang pemahaman sesungguhnya yaitu Ulumul Qur’an. Untuk definisi sudah diterangkan diatas bahwa Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah pembahasan yang berhubungan dengan Sebagian maupun keseluruhan bidang  mengenai Al-Qur’an, dengan ruang lingkup pembahasan dari ilmu nahwunya,sanad,segi turunnya dan lain sebagainya.

Peran ulumul qur’an disini sangat penting dalam mengkaji al-qur’an sehingga menjadi suatu kewajiban seseorang yang ingin mempelajari,menafsiri,dan menterjemah al-qur’an di samping itu jika tidak mengerti ulumul qur’an akan dikawatirkan timbul kesalahpahaman dalam menafsiri atau mengkaji isi kandungan al-qur’an.

Meninjau dari segi sejarahnya,ulumul qur’an memang bukan dari nabi saw melainkan dari sahabat utsman bin affan. Saat itu bermula dari ide pengumpulan menjadi satu mushaf,sekaligus digunakan untuk mengatasi perselisihan dan perbedaan paham mengenai Al-Qur’an, jadi bukan menjadi alasan lagi untuk tidak mempelajari ulumul qur’an hanya karena bukan dari ajaran nabi.tetapi perlu diketahui sebenarnya ulumul qur’an termasuk tindakanlanjutan ajaran sekaligus perintah nabi,karena Ulumul Qur’an diadakan semata-mata hanya untuk menjaga eksistensi kebenaran maupun keorisinilan al-qur’an sesuai dengan hadits nabi yang sudah diterangkan sebelumnya.



DAFTAR PUSTAKA



1.      bin Muhammad Abu Syahbah, Muhammad. (1992). al-Madkhal li Dirasah al-Qur’an al-Karim.Beirut: Dar al-Jil.
2.      Hamzah,Muchotob. (2003). Studi Al-Qur’an Komprehensif. Yogyakarta: Gama Media ISBN 979-95526-1-3.
3.      Quran,Pusat Al. (2013). Makalah Ulumul Qur’an.Internet: Blogger
4.      Al Qathan, Manna’. (1973). Mabahits fi ‘ulum al-Qur’an,Beirut: Al-Syarikah al-Muttahidah li al-tauzi’.
5.      Belajartafsirquran. (2012). Definisi Ulumul Qur’an.Internet: Blogger
6.      Abdul ‘Azim, Muhammad. (1988). Manahil al-‘irfan fi ulum al-Qur’ah.Beirut: Dar al-fikr
7.      http://www.alquran-digital.com (2004). Al Qur’an Digital. Internet: Hak cipta hanya milik allah.
8.      Nasir, Muhammad. (2013). Ulumul Qur’an Pengertian dan Sejarah Perkembangannya,Ruang Lingkup,Faedah serta Urgensi Mempelajarinya.Internet: Blog Bayodaulay.
9.      Hasanah,Wa’idatul. (2011). Makalah Ulumul Qur’an.Internet: Blog Tholabul Ilmi.
10.  Mardan. (2005). Al-Qur’an Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh.Cet.X Bandung: CV Penerbit Diponegoro


[1] Wa’idatul Hasanah, Makalah Ulumul Qur’an,(Internet: Blog Tholabul Ilmi,2011)hlm.1
[2] Ibid
[3] Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, al-Madkhal li Dirasah al-Qur’an al-Karim,(Beirut: Dar al-Jil,1992/1412),hlm. 19-20
[4] Wa’idatul,  loc. cit
[5]Ibid
[6] Ibid
[7] Muchotob Hamzah, Studi Al-Qur’an Komprehensif,( Yogyakarta: Gama Media,2003)
[8] Manna’ Al Qathan, Mabahits fi ‘ulum al-Qur’an,(Beirut: Al-Syarikah al-Muttahidah li al-tauzi’,1973),hlm. 15
[9] Muhammad Abdul ‘Azim, Manahil al-‘irfan fi ulum al-Qur’ah,(Beirut: Dar al-fikr,1988),hlm.1 27
[10] Muhammad Nasir, Ulumul Qur’an Pengertian dan Sejarah Perkembangannya,Ruang Lingkup,Faedah serta Urgensi Mempelajarinya,(Internet: Blog Bayodaulay,2013)hlm.1
[11] Pusat Al Quran,Makalah Ulumul Qur’an,(Internet: Blogger,2013)hlm.1
[12] Wa’idatul, loc. cit
[13]Mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh, ( Cet.X Bandung, CV Penerbit   Diponegoro, 2005)hlm.19
[14] Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, ( Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), Cet. Ke IV, hlm.8
[15] Pusat Al Quran,loc. cit
[16] Belajartafsirquran,Definisi Ulumul Qur’an,(Internet: Blogger,2012)hlm.1
[17] Ibid
[18] Ibid
[19] Ibid
[20] Ibid
[21] Ibid
Previous
Next Post »

BTemplates.com